4 Bacaan Saktah dan Hikmahnya Menurut Ilmu Tajwid
Salah satu dari bacaan gharib dalam Al-Quran menurut Qiraah Ashim riwayat Hafsh adalah bacaan saktah. Di balik bacaan saktah, ternyata ia mengandung pelajaran atau hikmah yang perlu diketahui para pembaca Al-Quran agar semakin meresapi bacaannya.
Artikel ini memaparkan hikmah di balik 4 bacaan saktah yang dikutip dari kitab al-Mufid fi ‘Ilm at-Tajwid serta menjelaskan dampak yang terjadi jika saktah tidak digunakan. Bacaan saktah yang dimaksud merupakan bacaan saktah menurut Qiraah Ashim riwayat Hafs, yang jumlahnya tidak banyak di dalam Al-Quran.
Saktah dalam Ilmu Tajwid adalah berhenti sejenak tanpa bernafas dengan niat melanjutkan bacaan. Saktah berbeda dengan waqaf. Waqaf ialah berhenti sejenak dengan bernafas. Berikut ini 4 bacaan saktah berserta hikmahnya menurut Ibn Jazari yang dikutip dari kitab al-Mufid fi Ilm at-Tajwid.
1- Saktah pada lafadz (عِوَجًا)
الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ اَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا () قَيِّمًا
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab (al-Quran) kepada hamba-Nya dan Dia tidak menjadikannya bengkok [1] sebagai bimbingan yang lurus…..
Saktah ini terletak di Q.S Al-Kahfi [18]: 1 dan terdapat di penghujung ayat. Hikmah bacaan saktah di ayat ini adalah untuk memisahkan kata (عِوَجًا) dengan kata (قَيِّمًا) karena memiliki persamaan i’rab, yakni sama-sama dibaca nashab.
Bagaimana jika tidak ada saktah? Apabila pembaca al-Quran tetap melanjutkan bacaan (tidak saktah) maka makna ayat menjadi samar karena kata (قَيِّمًا) menjadi sifat dari (عِوَجًا) sehingga secara bahasa berarti “bengkok yang lurus”.
Baca juga: Mengenal Idgham Mutajanisain dan Contohnya dalam al-Qur’an
2- Saktah pada lafadz (مَرْقَدِنَا)
قَالُوْا يَاوَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُوْنَ
Mereka berkata, “Celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Allah) Yang Maha Pengasih dan benarlah rasul-rasul(-Nya).
Saktah ini terletak di Q.S. Yasin [36]: 52 dan terdapat di pertengahan ayat. Hikmah bacaan saktah di ayat ini adalah untuk menandakan akhir dari kalimat atau percakapan dan menjelaskan siapa yang berbicara.
Bagaimana jika tidak ada saktah? Apabila pembaca Al-Quran tetap melanjutkan bacaan (tidak saktah) maka makna ayat menjadi ambigu karena percakapan kata (مَرْقَدِنَا) dan sebelumnya merupakan ucapan orang kafir. Sedangkan kata setelah (مَرْقَدِنَا) merupakan perkataan orang mukmin.
3- Saktah pada lafadz (مَنْ)
وَقِيْلَ مَنْ رَاقٍ
dan dikatakan (kepadanya), “Siapa yang dapat menyembuhkan?”
Saktah ini terletak di Q.S. Al-Qiyamah [75]: 27 dan terletak di pertengahan ayat. Hikmah bacaan saktah di ayat ini adalah untuk menjelaskan adanya dua kata yaitu (مَنْ) yang artinya siapa dan (رَاقٍ) yang bermakna menyembuhkan.
Bagaimana jika tidak ada saktah? Apabila pembaca Al-Quran tetap melanjutkan bacaan (tidak saktah) maka makna ayat menjadi bermasalah karena kedua kata, yakni (مَنْ) dan (رَاقٍ), seolah-olah menjadi satu kata (مَرَّاق).
4- Saktah pada lafadz (بَلْ)
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوْبِهِمْ مَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.
Saktah ini terletak di Q.S. Al-Muthaffifin [83]: 14 dan terletak di pertengahan ayat. Hikmah bacaan saktah di ayat ini adalah untuk menjelaskan adanya dua kata yaitu (بَلْ) yang artinya tetapi dan (رَانَ) yang bermakna menutupi.
Bagaimana jika tidak ada saktah? Apabila pembaca Al-Quran tetap melanjutkan bacaan (tidak saktah), maka makna ayat menjadi bermasalah karena kedua kata, yakni (بَلْ) dan (رَانَ), seolah-olah menjadi satu kata (بَرَّان).
Wallahu a’lam. []