
Inilah Perbedaan Ilmu Qiro’ah dan Ilmu Tajwid
Ilmu Qiro’ah berbeda dengan Ilu Tajwid memang dua buah realitas yang berbeda. Kalau ilmu qiro’ah menyangkut cara pengucapan lafadz, kalimat dan dialek (lahjah) kebahasaan Al–Quran.
Sedangkan ilmu tajwid, sesuai dengan pengertiannya adalah menyangkut pengucapan huruf-huruf Al Qur’an secara tertib, sesuai dengan makhroj dan bunyi asalnya. Jadi, ilmu tajwid menyangkut tata cara dan kaidah-kaidah teknis yang dilakukan untuk memperindah bacaan Al Qur’an.
Secara Ontologi, ilmu qiro’ah adalah Al Qur’an dari segi ragam artikulasi lafal, sedangkan ilmu tajwid adalah Al Qur’an dari segi teknis artikulasi lafal.
Secara Epistemologi, ilmu qiro’ah riwayat dari Rasulullah SAW, sedangkan ilmu tajwid penelusuran organ suara untuk artikulasi Makharijul huruf secara benar.
Secara Aksiologi, ilmu qiro’ah mempertahankan orisinilitas Al Qur’an dan instrument untuk memasuki ilmu tafsir, sedangkan ilmu tajwid untuk menghindari kesalahan membaca lafal-lafal Al Qur’an.
Informasi tentang qiro’ah diperoleh melalui dua cara, yaitu
(1). melalui pendengaran (sima’i) dari Nabi oleh para Sahabat mengenai bacaan ayat-ayat Al Qur’an, kemudian ditiru dan diikuti Tabi’in dan generasi-generasi sesudahnya hingga sekarang.
(2). Cara lain ialah melalui riwayat yang diperoleh melalui hadits-hadits yang disandarkan kepada Nabi atau Sahabat-sahabatnya.
Mempelajari qiro’ah harus melalui Talaqqi dan Musyafahah, karena dalam qiro’ah banyak hal-hal yang tidak bisa dibaca, kecuali mendengar langsung dari seorang guru dan bertatap muka. Seseorang tidak mungkin dapat membaca dengan benar tanpa melalui seorang guru.
Pada intinya, ilmu qiro’ah mempelajari Manhaj (cara, metode) masing qurra’ sab’ah atau ‘asyrah dalam membaca Al Qur’an. Hal ini bisa disebut dalam istilah qiro’ah dengan “Ushul Qari” (اصول القارئ). Kemudian satu hal lagi yang termasuk inti dalam ilmu qiro’ah adalah bagaimana para qurra’ sab’ah atau ‘asyrah membaca lafadz-lafadz tertentu dalam Al Qur’an di luar manhaj mereka. Seperti misalnya kalimat شُركاء sebagian qurra’ membaca شِرْكا . Hal-hal semacam ini tidak terdapat di ushul qari. Dalam ilmu qiro’ah, hal tersebut diistilakan dengan “Farsy al-Huruf”.
Untuk membaca dengan suatu qiro’ah atau riwayat diperlukan penguasaan ushul qari dan farsy al-huruf secara bersama. Karena jika hanya menguasai ushul qari tanpa farsy al-huruf atau menguasai farsy al-huruf saja sedangkan ushul qari-nya setengah-setengah, kemudian membaca Al Qur’an dengan qiro’ah tertentu, akan kacau jadinya. Dan jelas ini haram hukumnya.
Biasanya orang yang membaca dengan qiro’ah, pasti pernah bertemu (berhadapan) langsung dengan guru qiro’ah-nya. Bahkan talaqqi (berhadapan) merupakan syarat yang harus dipenuhi jika seorang ingin membaca dengan qiro’ah demi menghindari kesalahan yang tidak diharapkan. Farsy al-huruf menjelaskan cara membaca masing-masing qurra’ pada kalimat tertentu dari surat Al Fatihah sampai surat An Naas. []
SUMBER