KH. Dzulhilmi Ghazali, Kisah Sang Pejuang Al-Qur’an di Masjid Ampel

KH. Dzulhilmi Ghazali adalah Imam besar masjid Ampel, ahli ilmu qariah dan menjadi juri nasional Musabaqah Qiro’at Al-Qur’an (MTQ) Nasional.

Sehari hari beliau berpuasa, dan mengajar al Quran dengan berbagai macam qiraah dan riwayatnya.

Suatu ketika beliau dihubungi Prof. Dr. KH. Ahmad Zahro, Direktur Pasca Sarjana UIN Sunan Ampel Surabaya (sekarang Rektor Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum “UNIPDU”) untuk memberi gelar doktor honoris causa di bidang ilmu qiraah. Awalnya Kiai Dzulhilmi bersedia, namun pada hari berikutnya beliau mendapat istikharah dari ayat Al-Quran surat al-Kahfi 51, yang pada intinya Allah SWT tidak memerlukan syahadah tentang penciptaan langit, bumi dan manusia.

Beliau pun dengan mantap lalu menolak syahadah (gelar) kehormatan itu. MasyaAllah, beliau luar biasa wira’inya, yang halal saja beliau menjaganya, terlebih yang syubhat dan haram.

KH. Ahmad Dzul Hilmi Al-Ghozali ini, mengabdikan dirinya untuk Al-Qur’an. Kemampuannya dalam membaca dan memahami riwayat-riwayat qiro’ah al-Qur’an sudah diakui oleh guru-guru al-Qur’an di Surabaya. Bahkan ia dikenal sebagai pengajar qiro’ah sab’ah (bacaan Al-Qur’an riwayat tujuh Imam Qiro’at) senior yang masih eksis di Surabaya, sebagaimana pengakuan para muridnya.

Murid-muridnya berasal dari para guru Al-Qur’an yang mengajar di lembaga pendidikan Islam maupun Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) di Surabaya dan bahkan hingga beberapa pelosok Jawa Timur. Beliau memulai perjalanan intelektualnya dari Singosari. Guru pertamanya adalah KH. Bashori Alwi, pengasuh Pesantren Ilmu Al-Qur’an (PIQ).

” Saat itu, Kiai belum mempunyai pesantren seperti sekarang ini. Sehabis pulang sekolah, saya biasanya datang ke rumah beliau untuk belajar Bahasa Arab dan menghafal al-Qur’an” tuturnya kepada Inpasonline. Hingga sekarang pria yang sudah punya satu cucu ini masih menjalin hubungan baik dengan gurunya tersebut.

Selama berada di Makkah, Ustadz Dzul Hilmi juga mendalami ilmu-ilmu Hadits dan Fiqih dari para ulama seperti Sayyid Muhammad Al-Maliki dan Syaikh Ismail. Bahkan beliau, meskipun tidak kuliah, mengikuti perkembangan kajian-kajian dan bahasan para ulama ahli Al-Qur’an yang dimuat di jurnal-jurnal universitas maupun lembaga pengkajian Al-Qur’an. Selama empat tahun setengah beliau berkutat dengan aktivitas tersebut. Baru setelah menamatkan dan menghatamkan pelajaran Al-Qur’an-nya di hadapan Syaikh Al-Durubi beliau pulang ke tanah air.

Sepulang ke tanah air, Ustadz Dzul Hilmi mulai mengajar Al-Qur’an di kampung kelahirannya, Pasuruan Jawa Timur. Tapi waktu itu masih sebatas mengajarkan ilmu tajwid saja. Sehari penuh ia habiskan waktunya untuk mengajar murid-muridnya yang terdiri dari beberapa kelompok. Bahkan ia sempat pula mengajar di beberapa sekolah formal, khususnya di Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah.

Ketika masih di Pasuruan, beliau juga sempat menerjemahkan jurnal-jurnal berbahasa Arab tentang Al-Qur’an, hanya saja saat itu sangat sulit mencari penerbit yang mau menerbitkan. Hal itu menyebabkan beliau tidak bersemangat lagi untuk menerjemah dan menulis buku-buku Al-Qur’an. Memang sempat ada beberapa buku dan terjemahan beliau yang sempat dicetak oleh sebuah penerbit di Surabaya.

Itupun dengan harga yang sangat mahal karena dicetak dengan cover yang sangat lux. Sedangkan salah satu bukunya, yang berjudul Makhorijul Huruf dan Sifatul Huruf, dicetak dan diperbanyak oleh sebuah penerbit metode banyak Al-Qur’an di Surabaya.

Minimnya kegiatan menulis menyebabkan pria yang tinggal di dekat Masjid Ampel ini kurang banyak dikenal oleh masyarakat umum. Namun, bukan berarti pria yang mengasuh pengajian Tafsir di Masjid Ampel ini minim aktivitas. Setiap acara MTQ (musabaqah tilawatil Qur’an) Tingkat Nasional dan Propinsi, beliau tidak pernah absen menjadi Juri.

Beberapa Masjid besar di Surabaya juga menjadwal beliau untuk menjadi khotib Jum’at tetap, seperti Masjid Nasional Al-Akbar, Masjid Muhammad Cheng Ho, Masjid Universitas Airlangga dan beberapa masjid lainnya di Surabaya. Di samping itu, pria ini juga rutin mengisi beberapa pelatihan baca Al-Qur’an pada lembaga-lembaga pendidikan di Surabaya. Namun, hal yang terpenting dari aktivitas Pria lulusan PTIQ ini ialah mengajar dan membina Al-Qur’an, khususnya Qira’ah Sab’ah yang bertempat di rumahnya. []

SUMBER

Leave a reply