Dalil Baca Ikhfa Syafawi dan Iqlab dengan “Furjah”
Ilmu tajwid adalah ilmu paling menetramkan hati, karena tidak banyak terjadi perdebatan.
Namun ada satu pembahasan yang paling menimbulkan perdebatan sengit akhir-akhir ini, yaitu cara membaca Iqlab dan Ikhfa’ Syafawi, dengan menutup bibir (Ithbaq) atau sedikit merenggang (Furjah) Contoh: Ikhfa Syafawi:
Beberapa penuntut ilmu tajwid دع ب ن م :Iqlab نو ز ار ب م ه و dengan sikap fanatismenya terhadap gurunya mengatakan:
1. Orang yang membaca dengan merengangkan bibir itu salah, yang benar adalah dengan ithbaq
2. Tidak ada perkataan ulama mutaqaddimin yang membaca dengan furjah
3. Semua ulama mutaqaddimin mengatakan dengan itbaq syafatain
Sebagai penuntut ilmu yang diberi kenikmatan sedikit mengarungi ilmu tajwid penulis ingin menyampaikan beberapa poin sebagai jawaban dari keraguan-keraguan diatas sebagai berikut:
Alhamdulillah, saya diberi kesempatan talaqqi Al qur’an dengan 2 orang syekh dari Mesir. Yang satu meriwayatkan dengan furjah, yang satunya lagi memberi kebebasan, boleh furjah boleh ithbaq, karena beliau talaqqi pada beberapa masyayikh quran yang masing-masing memiliki pendapat yang berbeda.
1. Memang ulama mutaqaddimin seperti Al Jazari, Abu syamah, Ad Dani Rahimahullah dan lainnya memiliki statemen ‘ithbaq’ atau ‘intibaq’ yang artinya menutup bibirnya.
Dari sini beberapa orang menganggap bahwa madzhab furjah tidak ada sandaran dan landasan perkataan ulama.
Jawaban penulis: bahwa perlu ditinjau kembali makna kalimat ‘ithbaq’ atau ‘inthibaq’ yang disebutkan oleh ulama tajwid mutaqaddimin. Tidak selalu kalimat tersebut mereka maksudkan menutup bibir rapat.
Sebagai buktinya: Imam As Syatibi Rh dalam bait syair beliau ketika menjelaskan definisi Isymam:
فاهْبعيد ماْْْْ*ْْيسكنْالْصوتْهناكْفيصحال اق الش ب والالشمام إطْ
Beliau menggunakan istilah Ithbaq untuk mendefinisikan Isymam, yaitu isyarat memanyunkan bibir ketika berharakat dhommah dan kasroh. Lalu apakah ketika mengucapkan Isymam bibir kita menutup rapat? contoh pada ayat, “Laa Ta’manna” Qs. Yusuf 11. Jawabannya TIDAK, bibir dalam posisi manyun tanpa menutup rapat, terbuka
sedikit.
Kalau membaca ikhfa’ syafawi dan Iqlab harus menutup bibirnya, bagaimana mungkin ia bisa dinamakan Ikhfa’?
Padahal Ikhfa’ itu definisinya membaca diantara Idgham dan idzhar.
Jika harus memaksa membaca dengan menutup bibir, maka namanya seharusnya Idzhar syafawi, bukan ikhfa’ syafawi. Karena dengan menutup kedua bibir maka suara akan terdengar jelas (idzhar) + dengung bukan ikhfa’ lagi.
Apakah mungkin para ulama Al Qur’an menamakan sebuah hukum keluar dari madlulnya?
2. Sampai kepada kami beberapa qori’, muqri’, syekh besar ilmu tajwed yang berpandangan furjah di antaranya:
a) Syekh Abdul Fattah Al Qhodi (Muallif Al Buduruz Zahirah)
b) Syekh Abdul Aziz Az Zayyat (Salah satu pemilik sanad Al Qur’an tertinggi dunia)
c) Syekh Ali Al Hudzaifi (Imam masjid Nabawi)
d) Syekh Ibrahim Akhdar (Qori’ International)
e) Syekh Mahmud Khalil Al Khushori (Syaikhul Maqori’ Al Mishriyyah) dan lainnya.
Dan masih banyak yang lain Masih mungkinkah ada batu kerikil hitam kecil ditengah gelapnya malam, baru belajar ilmu tajwed lalu menyalahkan bintang-bintang kejora yang berkilauan di langit atas?
3. Masalah ini menjadi booming sejak stateman Dr. Ayman Rusudi Suwaid yang mengatakan bahwa dari talaqqi beliau ke 6 masyayikh besar tidak ada yang mengatakan furjah, kecuali Syekh Amir Ahmad Utsman dari mesir saja.
Namun ketika dicek lagi ternyata dari para masyayikh besar tidak semuanya adalah murid Syekh Amir Utsman.
Walhasil, ini adalah permasalahan khilafiyyah diantara para ulama tajwid besar. Kita sebagai orang Indonesia yang ilmunya hanya transferan dari mereka hendaklah menjaga lisan kita dari menyalah-nyalahkan dan merendahkan pendapat ulama’ besar.
Boleh mentarjih dan cenderung pada pendapat yang diajarkan gurunya yaitu itbaq, namun bukan berarti harus mengesampingkan pendapat furjah.
Pembahasan ringkas ini bukan dari kehebatan dan kecerdasan al-Faqir dalam mengurai permasalahan.
Sesungguhnya ini hanya uraian dari sebuah web yang saya terjemahkan untuk menjelasakn riwayat yang membaca dengan merenggangkan bibir (furjah) supaya tidak lagi jadi bahan membesar-besarkan masalah yang masih dalam urusan khilafiyyah.
Semoga ada sedikit manfaat dan mohon masukan dan saran dengan baik. Mohon jangan mendahululkan nafsu amarahnya untuk menghakimi saya dengan kata-kata yang kasar atau merendahkan bila memang berbeda pandang. []
Sumber: Kumpulan Mutiara Al-Quran | Goresan Tinta Ustadz Mochamad Ihsan Ufiq | Penyusun dan Pentagqiq: Imam Safi’i, S.S
Jazaakumullahu khoiran atas tulisannya. Membantu kami yg pemula ini untuk upgrade ilmu.